Senin, 17 Mei 2010

Pedagogi dan Andragogi


Salah satu teori belajar dan pembelajaran orang dewasa yang cukup terkenal adalah gagasan andragogi dari Malcom S. Knowles (1913-1997). Pada tahun 1970 Knowles membedakan cara mengajar kepada anak yang disebut pedagogi dengan cara mengajar kepada orang dewasa yang dinamakan andragogi. Knowles berkeyakinan bahwa cara orang dewasa belajar sangat berbeda dengan cara anak belajar. Menurut Knowles, pedagogi berasal dari istilah Yunani paid (anak) dan agogus (membimbing); sementara andragogi dari istilah Yunani aner, andr (orang dewasa) dan agogus( pembimbing). Pedagogy means specifically “the art and science of teaching children” while andragogy “is the art and science of helping adults learn.” (1970:37,38). Dalam pemahaman Knowles, untuk membina peserta didik dewasa cara mengajar untuk anak tidak berlaku lagi, atau haruslah ditinggalkan. Sebenarnya Knowles mengembangkan konsep belajar orang dewasa yang sebelumnya dibangun oleh Edward Lindeman (1885-1953) dalam karyanya The Meaning of Adult Learning.

Akan tetapi di tahun 1980 Knowles merubah pemahamannya bahwa pedagogi dan andragogi tidak harus dipertentangkan, tetapi saling melengkapi dalam pendidikan orang dewasa. Pembelajaran orang dewasa menurut Knowles bahkan dapat bertolak dari pedagogi kepada andragogi. Tentang cara belajar orang dewasa, Knowles memiliki asumsi sebagai berikut:

1- Orang dewasa perlu dibina untuk mengalami perubahan dari kebergantungan kepada pengajar kepada kemandirian dalam belajar. Orang dewasa mampu mengarahkan dirinya mempelajari sesuai kebutuhannya.

2- Pengalaman orang dewasa dapat dijadikan sebagai sumber di dalam kegiatan belajar untuk memperkaya dirinya dan sesamanya.

3- Kesiapan belajar orang dewasa bertumbuh dan berkembang terkait dengan tugas, tanggung jawab dan masalah kehidupannya.

4- Orientasi belajar orang dewasa harus diarahkan dari berpusat pada bahan pengajarankepada pemecahan-pemecahan masalah.

5- Motivasi belajar orang dewasa harus diarahkan dari pemberian pujian dan hukuman kepada dorongan dari dalam diri sendiri serta karena rasa ingin tahu.

Berdasarkan tulisannya di tahun 1993 perbedaan asumsi pedagogi dan andragogi yang dikemukakan Knowles itu dapat dikemukakan sebagai berikut:

ASSUMSI DASAR

Tentang

Pedagogis

Andragogis

Konsep diri peserta didik

Pribadi yang bergantung kepada gurunya

Semakin mengarahkan diri (self-directing)

Pengalaman peserta didik

Masih harus dibentuk daripada digunakan sebagai sumber belajar

Sumber yang kaya untuk belajar bagi diri sendiri dan orang lain

Kesiapan belajar peserta didik

Seragam (uniform) sesuai tingkat usia dan kurikulum

Berkembang dari tugas hidup & masalah

Oriensi dalam belajar

Orientasi bahan ajar (subject-centered)

Orientasi tugas dan masalah (task or problem centered)

Motivasi bbelajar

Dengan pujian, hadiah, dan hukuman

Oleh dorongan dari dalam diri sendiri (internal incentives, curiosity)

Knowles (1993) juga melihat perbedaan proses pembelajaran orang dewasa dengan anak-anak dalam tujuh aspek utama, yaitu suasana, perencanaan, diagnosa kebutuhan, penentuan tujuan belajar, rumusan rencana belajar, kegiatan belajar dan evaluasinya.

UNSUR-UNSUR PROSES

Suasana

Tegang, rendah dalam mempercayai, formal, dingin, kaku, lambat, orientasi otoritas guru, kompetitif dan sarat penilaian.

Santai, mempercayai, saling menghargai, informal, hangat, kerjasama, mendukung.

Perencanaan

Utamanya oleh guru

Kerjasama peserta didik dengan fasilitator

Diagnosa kebutuhan

Utamanya oleh guru

Bersama-sama: pengajar dan peserta didik.

Penetapan tujuan

Utamanya oleh guru

Dengan kerjasama dan perundingan

Desain rencana belajar

1. Rencana bahan ajar oleh guru

2. Penuntun belajar (coursesyllabus) dibuat guru.

3. Sekuens logis (logical sequence)pembelajaran oleh guru.

1. Perjanjian belajar (learningcontracts)

2. Projek belajar (learningprojects)

3. Urutan belajar atas dasar kesiapan (sequenced by readiness)

Kegiatan belajar

1. Tehnik penyajian (transmittaltechniques)

2. Tugas bacaan (assigned readings)

1. Projek untuk penelitian (inquiry projects)

2. Projek untuk dipelajari(learning projects)

3. Tehnik pengalaman(experiential techniques)

Evaluasi belajar

1. Oleh guru

2. Berpedoman pada norma (on acurve)

3. Pemberian angka

1. Oleh peserta didik berdasarkan evidensi yang dipelajari oleh rekan-rekan, fasiltator, ahli. (by learner-collected evidence validated by peers, facilitators, experts).

2. Referensinya berdasarkan criteria (criterion-referenced)

Kebutuhan peserta didik harus diperhatikan

Andragogi mengsumsikan bahwa orang dewasa belajar dengan efektif apabila kebutuhannya dikenali dan dipenuhi. Vlodkowski (1986) mengemukakan bahwa teori kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow yakni: physiological needs, safety needs, love and belogingness needs, esteem needs, dan self actualization needs, harus dipertimbangkan oleh pengajar di dalam merencanakan dan mengelola kegiatan belajar bersama orang dewasa.

Pengikut Knowles lainnya, Jane Vella (1993), menegaskan bahwa analisis kebutuhan harus menempati urutan pertama dalam kegiatan pembelajaran orang dewasa supaya terjadi relevansi dan makna. Memahami dan mengenali kebutuhan dari siapa yang akan mengikuti kegiatan belajar, menurut Vella, akan menentukan langkah dalam menentukan alasan, tujuan, isi, tempat dan proses pembelajaran. Vella mengusulkan interview dengan anggota kelompok atau yang mewakilinya dapat memberi masukan tentang minat dan kebutuhan belajar.

Sementara itu Knowles (1980) melihat ada dua jenis kebutuhan peserta didik, yaitu kebutuhan pribadi dan kebutuhan pendidikan. Kebutuhan pribadi itu adalah:

1. Physical needs – to see, to hear, to be comfortable, for rest at a minimum.

2. Growth needs – they are development in knowledge, understanding, skills, attitudes, interests and appreciation. When people are aware of having new competencies they are motivated to learn.

3. The need for security – protection against threat to healthy self-respect and self-image. “It is this need that motivates people to be coutious and reserved in a strange setting.” (p. 85). When this need is not met people may withdraw from participating in learning, or they may protect themselves by taking over, controlling and dominating.

4. The need for new experience – adventure, excitement, and risk; new friends, new ways of doing things and new ideas. New experience brings people to find new friends, new interests, new ideas and new thing to do their tasks. “People tend to become bored with too much routine, too much security. When their need for new experience is frustrated, they tend to develop such behavioral symptoms as restlessness, irritability, impulsiveness, or indifference.” (p. 85).

5. The need for affection or social needs – close relationship with people who will listen to ideas and feelings, as well as expectations. When people realized they are liked by others, they are motivated for self sacrifice, and cause them to cooperate with those with similar interests and needs.

6. The need for recognition – the need to have status, position in group; the need to be admired, or respected by people for what one’s is doing (pp.84-87).

Kebutuhan pendidikan menurut Knowles ialah kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki peserta didik dengan kompetensi yang seharusnya dituntut oleh masyarakat atau lapangan kerja. Kesenjangan itulah yang harus dipenuhi melalui kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Pengetahuan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik? Seberapa banyak pengetahuan yang dibutuhkan itu? Sikap dan nilai hidup apa yang diperlukannya? Kompetensi kepribadian, kecakapan dan keterampilan apa yang dibutuhkan untuk menunaikan tugasnya? Kalau kesenjangan kompetensi itu tidak diketahui, atau diabaikan, maka kegiatan belajar menjadi tidak relevan dengan kebutuhan peserta didik.

Disamping itu, Knowles mengemukakan adanya minat (interest) yang dibawa peserta didik ke dalam kegiatan belajarnya. Minat itu terkait dengan hal-hal yang disukai (liking) atau pereferensi (preference). Minat peserta didik jelas dapat berubah karena berbagai faktor yang mempengaruhi. Minat itu dapat saja terkait dengan dunia seni, olah raga, keagamaan, keterampilan tehnik, keterampilan sosial, dan kepribadian.

Menurut Knowles, ada banyak cara pengajar dan intitusi pendidikan untuk mengetahui kebutuhan dan minat peserta didiknya, antara lain:

1- From the individual themselves – through interviews, group discussions or questionnaire: projective questionnaire or sentence-completion questionnaire.

2 – From people in “helping roles” with individuals: konselor; tokoh agama; rohanian; wali mahasiswa; sponsor.

3 – From the mass media.

4 – From the professional literature: psikologi, sosiologi, antropologi, politik.

5 – From organizational and community surveys (1980: 93-100).

Menurut pemahaman saya, perkara lain yang patut diketahui para pengajar mengenai peserta didiknya ialah gaya belajar mereka. David Kolb, salah satu dari sejumlah teori di bidang ini, mengemukakan empat jenis gaya belajar. Kolb membangun konsep itu berdasarkan asumsi bahwa di dalam kegiatan belajar orang melibatkan empat aspek yaitu pikiran (konseptualisasi abstrak); perasaan (pengalaman konkrit); pengamatan (observasi reflektif); dan perbuatan (eksperimentasi aktif). Setiap individu menurut Kolb hanya mempunyai kecenderungan mengkombinasikan dua cara atau aspek, dan sebab itu muncullah empat jenis gaya belajar yakni: the assimilator; the accommodator; the diverger; dan the converger (Nasution, 1988:111-115). The assimilator, membentuk pemahamannya dengan cara konseptualisasi abstrak (pemikiran, logika) dan observasi (pengamatan) reflektif. The accommodator, meningkatkan kompetensi dirinya dengan eksperimentasi aktif (apa yang telah dan sedang dikerjakan; tugas-tugas) dan pengalaman konkrit (nyata). The converger, membangun pengertiannya dengan cara berpikir atau konseptualisasi abstrak dan eksperimentasi aktif. The diverger, membangun pengetahuannya dengan pengalaman konkrit dan pengamatan reflektif.

Cara lain memahami gaya belajar itu ialah dari pendekatan neuropsychology. DePorter & Hernacki (1992) mengemukakan bahwa menurut konsep ini manusia memiliki dua belahan otak, yakni otak kiri dan otak kanan yang fungsinya berbeda. Otak kiri merupakan tempat orang berpikir secara logis, berpikir linear, sistematik, tatabahasa, kalkulasi. Dengan belahan otak kanan orang merasakan, bekerja secara random (acak), menyukai irama, memahami ruang (space) dan gerak. Selain itu, orang menyusun persepsinya dengan dua cara, yakni: abstrak (ide, konsep) dan konkrit (contoh nyata, tindakan). Kombinasi dari dua aspek ini melahirkan empat gaya berpikir atau gaya belajar yakni:

1) Sekuensial Konkrit (SK) – dominasi otak kiri dengan persepsi konkrit – mengutamakan petunjuk kerja yang jelas; berpikir logis dan sistematis; juga praktis; serta cenderung bekerja sendirian (individual).

2) Sekuensial Abstrak (SA) – dominasi otak kiri dengan persepsi abstrak – teoritis, konseptual, menyukai gagasan sehingga kurang praktis; juga cenderung bekerja sendirian (individual).

3) Acak Konkrit (AK) – dominasi otak kanan dengan persepsi konkrit – membangun pemahaman bertolak dari evidensi, kenyataan; tidak menyukai hal-hal logis dan sistematis; atau lebih menuruti intuisi.

4) Acak Abstrak (AA) – dominasi otak kanan dengan persepsi abstrak – mengembangkan pemahaman bertolak dari suasana relasi; perasaan; kerjasama dengan orang; sulit di dalam menyusun gagasan secara logis dan sistematis.

Belakangan ini para ahli pendidikan mulai mencermati konsep multiple intelligence ahli pendidikan dari Universitas Harvard, Horward Gardner. Menurut Gardner (1993) kecerdasan manusia tidak patut hanya diukur dari kemampuan linguistic dan matematis atau logikanya sebagaimana selama ini dilakukan para ahli psikologi. Berdasarkan hasil risetnya yang dilakukan lintas budaya, Gardner melihat tujuh macam kecerdasan manusia yaitu: 1) linguistik; 2) musikal; 3) logiko-matematik; 4) kinestesik; 5) spasial; 6) natural; 7) personal (interpersonal dan intrapersonal). Thomas Amstrong (1999) adalah salah seorang sarjana yang merumuskan alat uji (test) dalam hal kercerdasan berganda dari Ganrner ini, serta mengemukakan implikasinya dalam pendidikan dan pembelajaran.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cna certification